

Bagi Anda yang melakukan sejumlah perjalanan menggunakan transportasi online, bisa jadi berita yang Anda dapatkan lewat email pada tanggal 26 Maret 2018 lewat subscribe email yang menyatakan bahwa Uber dan Grab berkolaborasi. Hal ini cukup mengejutkan lantaran dua perusahaan ini pada akhirnya akan berusaha menggaet banyak pelanggan dengan dimensi yang mungkin agak berbeda.
Lewat subscribe email yang diperoleh, disebutkan bahwa Uber dan Grab akan menyatukan kegiatan operasi terutama untuk para pelanggan dengan domisili sekitaran Asia Tenggara. Yang otomatis akan menjadikan Indonesia sebagai salah satu daerah operasi kedua penyedia layanan apps transportasi raksasa ini.
Dalam surel yang dikirimkan bagi setiap pelanggannya disebutkan bahwa Uber dan Grab berkolaborasi dan melakukan transisi hingga setidaknya tanggal 8 April 2018 untuk setelahnya para pelanggan bisa menggunakan aplikasi Grab di kurang lebih hingga 80 negara.
Yang menarik adalah bahwa keberadaan surel tersebut melakukan emphasis pada eksistensi Grab, dimana selepas tanggal 8 April 2018 aplikasi yang bisa dipergunakan adalah apps dari Grab. Sehingga sejumlah harian mengabarkan bahwa banyak karyawan dari Uber harus ‘lepas pekerjaan’ akibat transisi tersebut. Yang diasumsikan adanya perampingan terutama dari pihak Uber.
Menurut dari yang dikutip lewat Detik, disebutkan bahwa sejumlah pengemudi yang sudah didaftarkan lewat Uber akan diberi waktu hingga masa transisi berakhir pada 8 April 2018. Menuju tanggal tersebut segala macam keperluan administrasi, insentif dan tetek bengek lainnya bakalan segera dilunasi bagi para pengemudi Uber.
Dari sumber yang sama disebutkan pula bahwa akuisisi Uber oleh Grab tersebut bisa dibilang sebagai salah satu aktivitas akuisisi terbesar setidaknya di Asia Tenggara setelah sebelumnya rumor muncul semenjak bulan Februari 2018 oleh Tech in Asia.
Taksi Grab Pic: Detik
Setali tiga uang, selain beberapa hari belakangan muncul isu yang berkembang mengenai nasib para pengemudi Uber yang (bisa dibilang) terlantar, berembus pula warta bagaimana persaingan akan mengerucut ke arah Grab vs aplikasi buatan anak bangsa yakni Go-Jek.
Secara bias dari komen-komen yang muncul oleh netizen disebutkan bahwa ini adalah pertandingan kurang seimbang antara dua perusahaan multinasional yang bertanding lawan satu aplikasi local. Namun di sisi lain disebutkan pula bahwa saat Uber dan Grab berkolaborasi, menandakan bahwa Go-jek sangat adidaya di Indonesia sehingga harus dilawan dengan 2 perusahaan sekaligus.
Selama ini, Go-jek menurut Trans Online Watch memang masih sangat paripurna untuk urusan penjualan. Lewat item-item yang bisa sangat diandalkan, masyarakat Indonesia yang sudah menginstal apps Go-jek sejumlah 8,8 juta pengguna dan Grab memiliki 8,6 juta pengguna per tahun 2017 lalu.
Sementara di posisi buncit diperlihatkan Uber ‘hanya’ memiliki 4 jutaan pengguna. Namun yang perlu diketahui adalah bahwa setiap user amat sangat mungkin sudah menginstall 3 apps tersebut sekaligus, sehingga irisannya juga masih terlalu abstrak.
Logo Uber Pic: Reuters
Momen dimana Uber dan Grab berkolaborasi pada akhirnya bakalan mengerucut bukan pada berapa jumlah pengguna yang digabungkan antara Grab dan Uber dan diperbandingkan dengan Go-Jek, tapi lebih kepada seberapa jauh penetrasi pasar bisa masuk ke konsumen.
Sejumlah sub-aplikasi yang dimiliki Go-jek seperti jasa pembersihan, massage, dan beberapa yang lainnya terbukti masih belum bisa dipenetrasi oleh Grab (apalagi Uber). Sehingga ada keyakinan pasar bahwa sekalipun Uber dan Grab berkolaborasi, masih belum cukup down to earth untuk menyenggol Go-Jek.
Sementara itu di sisi lain, apliakasi yang on-demand dari Go-jek murni unggul dari Grab ternyata terbalas dengan aplikasi terbaru dari Grab yakni GrabNow. Dimana sub-aplikasi ini memungkinkan para konsumen untuk bisa memilih seorang pengendara yang tepat berada di depannya supaya lebih cepat dan tak perlu menunggu pemilihan driver secara random.
Personal Shopper Pic: Tech In Asia